Griya Literasi

Palembang Independen – Tiba-tiba seorang ibu – ibu dengan tergopoh – gopoh mendekati acara nonton film Kadet 1947 yang merupakan rangkaian peringatan pertempuran lima hari lima malam di Palembang, Senin (2/1) di Monpera Palembang.Matanya terlihat berkaca- kaca .

Pertempuran lima hari lima malam di Palembang terjadi dari tanggal 1 Januari hingga 5 Januari 1947 antara pejuang dan anggota TNI melawan Pasukan  Nica Belanda.

“Aku kesini tidak sengaja , baru turun dari mobil langsung  ke Monpera  mau melihat peninggalan abah aku Serma  Syarkowi Husin di  lantai III , kata petugasnya luso bisa lihat  karena sekarang mau dibersihkan .Aku mau poto  dan mau ceritakan dengan cucu dan cicit abah soal perjuangan abah dulu. Aku kesini habis solat Asar diajak suami aku,”  kata Juronani Husin (61) anak nomor 4 dari 8 bersaudara yang merupakan anak komandan regu perang lima hari lima malam di Palembang , Serma Syarkowi Husin saat mengunjungi Monpera Palembang.

Juronani mengaku selalu menangis kalau mengenang perjuangan abahnya di pertempuran lima hari lima malam. “Abah aku itu dulu adalah komandan regu di Palembang daerah Charitas dan meninggal tahun 1997  Dikuburkan di Makam Pahlawan Bandar Lampung karena beliau dari Palembang ke Lampung tempat anak laki-laki tertuanya  sampai di Tege Neneng kena strok keempat kali dan tidak bisa ngomong lagi,” katanya.

Namun menurut Juronani abahnya sempat berpesan dimana Abah meninggal disitulah di kuburkan akhirnya dikuburkan di Lampung.

“Waktu perang usai abah aku disuruh pilih antara karir dan jabatan , beliau memilih karir keluar tentara akhirnya sekolah dan menjadi anggota DPRD Palembang dari Partai Golkar tahunnya lupa aku,” katanya.

Mengenai Peringatan perang lima hari lima malam ini menurutnya  mengingatkan kembali, anak –anak muda kedepan perjuangan para perjuang terutama generasi muda saat ini  harus lebih giat dan maju lagi .

“Kalau bisa peringatan pertempuran lima hari lima malam ini selalu diperingati untuk mengenang jasa jasa para pahlawan dulu, kita bisa menghirup udara Palembang ini dalam aman dan bersih  itu jasa pejuang , tanpa ada pejuang kita tidak bisa menikmati keamanan sekarang ini,” katanya.

Karena menurutnya dulu para pejuang berjuang benar-benar karena lilahi Taala mengorbankan dirinya , tumpah darah untuk bangsa Indonesia.

Peringatan ini menurutnya  jangan putus dengan pejabat sekarang  harus seterusnya dan harus diingatkan.

“Jadi ini bisa dikenal terutama perjuangan orang tua kami tidak sia-sia dalam  mempertahankan tanah air Indonesia  terutama kota Palembang. Jangan nanti kalau sudah selesai  jabatannya lupa  lagi, kalau bisa itu diadakan setiap tahun , generasi masa datang lebih lagi mempertahankan tanah air kita ini,” katanya.

Mantan karyawan PDAM Tirta Musi Palembang juga menceritakan bagaimana abahnya pernah berjuang di Jawa Barat di Sumedang, Bandung saat baru nikah dengan ibunya Hj Siti Darlina. “Tapi yang tahu ceritanya ibu ikut terus Pernah ke Surabaya ikut perang ,” katanya.

Di Pertempuran lima hari lima malam di  Palembang abahnya sempat ikut mundur 20 Km sampai ke daerah Semendo makanya waktu di Semendo abahnyab dikenal banyak orang. “Abah asli komering, emak asli Semendo campur Palembang ,” katanya.

Karena itulah menurut mantan anggota Pemuda Panca Marga ini mengaku terharu dan menangis kalau mengingat pertempuran lima hari lima malam karena dirinya paling deket dengan abahnya.

“Aku dapat cerita dulu  dari satpam PDAM yang dulu pernah jadi anak buah abah aku , dia sempat cerita kalau abah aku hebat, Belanda nembak abah aku , abah menghilang, aku tanya dengan  abah soal itu kata abah itu dulu, abah  cuma ketawo iyo, masih dak ilmu menghilang itu, aku minta, kata abah  jangan nak idak kuat gek, itu yang aku teringat,” katanya. (hrs)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *