Palembang Independen – Kantor Perwakilan Inspektur Tambang Sumsel Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berada di Jalan Kol H Barlian KM 7 Palembang, Selasa (20/12), kembali didatangi aktivis lingkungan dari Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (Kawali) Sumsel.
Kedatangan mereka untuk menyampaikan sejumlah tuntutan terkait pengelolaan dan pengawasan kegiatan penambangan yang ada di Sumsel. Salah satunya meminta Koordinator Inspektur Tambang (Korit) Penempatan Sumsel, Oktarina Anggereyni mundur dari jabatannya.
Massa yang berjumlah belasan tersebut beranggapan Korit Penempatan Sumsel tak mampu menjalankan perannya dalam mengawasi aktivitas perusahaan tambang di Sumsel dengan baik. Sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan serta fatality masih terus saja terjadi di Sumsel.
“Aktivitas penambangan diawasi oleh orang-orang yang tidak berkompeten. Buktinya, aksi pengrusakan lingkungan dan pelanggaran aturan masih terus dilakukan oleh perusahaan tambang. Ini menandakan pengawasan yang dilakukan tidak berjalan optimal,” kata Ketua Kawali Sumsel, Chandra Anugrah dalam keterangan resminya.
Chandra mengatakan, tuntutan tersebut telah lama disampaikan Kawali Sumsel dalam aksinya yang dilakukan Kamis 14 Juli 2022 lalu.
Dalam aksi tersebut, Kawali Sumsel meminta Menteri ESDM melakukan audit investigatif atas kinerja Inspektur Tambang Penempatan Sumsel yang dianggap lemah.
Menurut mereka, hal itu disinyalir ada dugaan gratifikasi, dan atau kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dengan perusahaan perusak lingkungan.
“Lebih baik fungsi pembinaan dan pengawasan dikembalikan dari Kementerian ke Provinsi Sumsel,” tegasnya.
Dia mengatakan, Inspektur Tambang memiliki wewenang yang kuat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan tambang di Sumsel. Salah satunya dengan menyetop operasional perusahaan yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Namun, peran tersebut dinilai masih belum dijalankan oleh Inspektur Tambang. Menurutnya Inspektur Tambang Sumsel terkesan lemah meski memiliki kewenangan yang kuat seperti diatur dalam Pasal 36 PP No.55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Dan Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
“Sampai sejauh ini kami belum melihat ada tindakan tegas dari Korit Sumsel atas apa yang terjadi (pencemaran dan kerusakan lingkungan) di sejumlah wilayah, khususnya di sekitar tambang di Sumsel,” ungkap Chandra.
Pengawasan lemah inilah yang membuat kerusakan lingkungan masih terus terjadi. “Tuntutan kami agar Korit Penempatan Sumsel bisa dipecat dan diganti dengan pejabat yang kompeten,” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan, Inspektur tambang memiliki kewenangan untuk menyetop sebagian atau keseluruhan aktivitas pertambangan yang dilakukan perusahaan, apabila terjadi pencemaran ataupun kerusakan lingkungan.
Misalnya pada kasus jebolnya tanggul kolam pengendap lumpur atau pencemaran lingkungan yang bersifat berat yang dilakukan oleh perusahaan tambang sehingga berdampak kepada masyarakat.
Maka untuk itu, Inspektur Tambang di setiap daerah memiliki kewenangan untuk menghentikan aktivitas pertambangan perusahaan tersebut.
“Kegiatan pertambangan saat itu dapat dihentikan sebagian atau seluruhnya untuk fokus terhadap tindakan perbaikan jebolnya tanggul tersebut,” kata Sunindyo.
Dia menegaskan konteks yang dimaksud tersebut lebih pada situasi dan kondisi dimana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan itu sudah nyata adanya. Sehingga sebagai tindak lanjut, pihaknya juga mengaku terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup atau Dinas Lingkungan setempat.
“Sebagai instansi yang berwenang terhadap pengawasan pelaku usaha dalam menjalankan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Tujuannya untuk mengawal dan memastikan tindakan perbaikan/penanggulangan segera dilaksanakan oleh pemegang IUP,” pungkasnya. (Ril)