Banner Muba

Palembang Independen — Sebagai sebuah kerajaan Islam, Palembang Darussalam kemudian banyak meninggalkan  berbagai  artefak,  situs,  dan  juga  makam-makam  bersejarah,  yang identik  dengan  Islam.  Tak  heran,  budaya  yang  terbangun  pada  kerajaan  ini  juga budaya  Islam  yang  berbalut  dengan  budaya  lokal. Di Palembang sendiri ditemukan tidak kurang dari 8 kompleks pemakaman para raja dan sultan yang semuanya terletak di daerah  seberang  ilir  Palembang.  Kedelapan  pemakaman tersebut  adalah kompleks  makam  Candi  Walang,  Sabokingking,  Kebon  Gede, Kompleks Pemakaman Ki Gede Ing Suro 3 ilir, makam Kawah Tekurep.

(juri kuci makam) asal kata Kawah Tekurep merupakan kata kawah (kuali) dan tekurep (yang dibalikkan) yang memiliki makna segala sesuatu yang apabila di balikkan akan tumpah.

ASPEK HISTORIS

Kompleks Makam Kawah Tekurep merupakan salah satu peninggalan penting dari Kesultanan Palembang Darussalam, yang dibangun sekitar tahun 1728 M oleh Sultan Mahmud Jayo Wikramo merupakan Sultan Mahmud Badaruddin I, dan menjadi tempat peristirahatan para sultan, keluarga kerajaan, serta ulama terkemuka.

Tempat ini dinamakan “Kawah Tekurep” karena bentuk atap kubahnya yang melengkung menyerupai “kuali yang ditelungkupkan” (kawah artinya kuali, tekurep artinya tertelungkup atau terbalik dalam bahasa palembang). Menurut Husni Terdapat 4 cungkup di makam ini, yaitu:

Cungkup 1, berisi 6 makam yaitu Sultan Mahmud Badaruddin I, empat istrinya (Ratu Sepuh dari Jawa Tengah, Ratu Gading dari Malaysia, Ratu Mas Ayu/ Liem Ban Nio dari cina, Ratu Nyimas Naimah dari Palembang), dan guru sultan yaitu Imam Syaid Idrus Al-Idrus dari Yaman.

Cungkup 2, berisi 23 makam yaitu berisi Pangeran Ratu Kamuk (Zainali), Istrinya Ratu Mudo, guru pangeran Imam Sayid Yusup Alang Kawi, panglima, dan kerabatnya.

Cungkup 3, berisi 16 makam yang terdiri atas Sultan Ahmad Najamuddin, istrinya Mas Ayu Dalem, guru besar Imam Sayid Abdurahman Maula Togaah, serta para kerabatnya.

Cungkup 4, berisi 37 makam, yakni Sultan Muhammad Baha’uddin, istrinyaa Ratu Agung, guru besar Datuk Murni Al-Hadad, serta kerabatnya.

Posisi pembangunan makam setiap cungkup sultan itu sama yaitu yang ditengah makam sultan, sebelah kanan itu permaisuri, dan yang sebelah kiri adalah guru besar para sultan yaitu makam Panglima Lim Kulai (Abdulrahman) karena beliau berasal dari cina. Selain itu, adapun nisan yang berhiaskan kaligrafi Arab dan sinar surya Majapahit.

Surya majapahit bermakna sebagai “Matahari Majapahit”, “Materai

Majapahit” atau “Berkas Sinar Majapahit” yang melambangkan kegemilangan Majapahit serta digunakan untuk lambang legalitas dan legitimasi kerajaan Majapahit di nusantara.

Pintu kawah tengkurep yg memiliki ukiran yang bernama ukir rek palembang.

karya ukiran kayu rek Palembang   adalah   karya   adiluhur   yang   mendapat   pengaruh   kebudayaan  Hindu-Budha  dan  Islam  yang  kemudian    berakulturasi    menjadi    kearifan    lokal di Sumatera Selatan. Menurut Van  der  Hoop,  motif  ukiran  rek    dulunya    lebih    banyak    merujuk    pada    motif   keagamaan   Hindu-Budha   dan   jarang   ditemukan  motif  tumbuhan. Namun  dalam  perkembangan  lebih lanjut motif pada rek umumnya berbentuk tumbuhan (flora) dan geometri atau gabungan keduanya serta kaligrafi.

Nilai filosofisnya pun    juga    mengalami    perubahan,    kearah    nilai-nilai  keislaman.

ASPEK ARSITEKTURAL

Arsitektur makam ini merupakan gabungan dari arsitektur Melayu, India dan China yang  membuat  kompleks  pemakaman  ini  menunjukan  sebuah  perpaduan  budaya yang dapat dilihat dari ukiran ukiran di nisan dan pintu makam tersebut.

Terdapat banyak sekali ragam hias yang ada di nisan sultan, istri, pangeran dan guru besar sultan. Setiap nisan berwarna hijau dan kuning, dan berbentuk seperti kubah. Terdapat ragam hias seperti flora, dan motif bunga, sulur-suluran dan adapun nisan yang memiliki ragam hias ukiran yang berbentuk benda mirip tradisional china, Misalnya  bunga  teratai,  awalnya memiliki filosofi kesucian, kemurnian, dan  kepercayaan  masyarakat  Budha.  Ketika Islam masuk makna bunga teratai diambil dari kehidupan  bunga  ini  sendiri,  melambangkan  nilai-nilai ketinggian spiritual dan moral serta etika dalam perilaku hidup.

Atap rumah limas merupakan bangunan tradisional yang berada di Palembang, Rumah Limas Palembang adalah rumah adat yang memiliki nilai filosofis yang tinggi. Dalam pembangunannya, rumah ini mengedepankan nilai-nilai religius, kearifan lokal, dan pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha. Kawah tengkurep menggunakan atap rumah limas ini di beberapa bangunannya yang bermakna, lambang Limas yang terdapat pada simbar, yaitu hiasan bunga melati di puncak atap Limas, melambangkan keagungan, pengayoman, adat, sopan santun, dan kerukunan.

ASPEK NILAI DAN IDENTITAS

Kompleks Makam Kawah Tekurep merepresentasikan nilai-nilai Islam melalui cara yang unik. Meskipun Islam mengajarkan kesederhanaan dalam pemakaman, pembangunan cungkup yang monumental menunjukkan adanya sintesis antara syariat Islam dan tradisi lokal Melayu dalam menghormati leluhur. Nilai kebersihan dan kerapian kompleks juga dijaga dengan baik, mencerminkan anjuran Islam akan kebersihan lingkungan. Sebagai bagian dari warisan Islam Melayu, situs ini relevan dalam arsitektur modern sebagai pengingat akan pentingnya kontekstualisasi desain. Ia menunjukkan bahwa identitas arsitektur Islam dapat terwujud dalam bentuk yang mengakar pada budaya lokal, menciptakan harmoni yang unik dan berkelanjutan. Kompleks   pemakaman   kesultanan  bisa   menjadi   bukti   bahwa  nilai-nilai keagamaan  (Islam)  begitu  kuat  di  masa  Kesultanan  Palembang  Darussalam  dan pengaruhnya pun masih terasa hingga saat ini.

Tulisan ini dibuat oleh Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang dan tidak mewakili redaksi.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *