Palembang Independen – Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), atau Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS) diperbolehkan dari Perangkat desa, guru honorer, hingga pendamping Program Keluarga Harapan (PKH).
Melansir dari KOMPAS.com, Rabu, (4/1). Hal ini ditegaskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengenai badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu.
“Yang tidak boleh itu dobel gaji. Aturan kita tentang itu kan ada yang namanya gaji, ada yang namanya honor. Anggota PPK, PPS, dan KPPS itu kan tidak menerima gaji, terimanya honor,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari saat ditemui di kantor PBNU, Rabu (4/1/2023).
Hasyim mengungkapkan bahwa petugas ad hoc tersebut hanya diperlukan cuti dari jabatannya sebelum melamar, bukan mengundurkan diri. Ia menyebut karena dalam pekerjaan ad hoc itu sifatnya sementara dalam mengawal Pemilu.
“Setahu saya tidak harus mundur ya, karena untuk bekerja di wilayah ruang lingkup desa. Ketika ada perangkat dan seterusnya menjadi anggota PPS, menjadi anggota KPU, itu kan bagian dari layanan, melayani pemilih,” ungkap Hasyim.
Pengecualian diberikan untuk kepala desa, misalnya. “Dikhawatirkan kemudian yang namanya sebagai peserta pilkades kan ada kecenderungan-kecenderungan arah politiknya ke mana, nah itu yang harus dijaga,” ungkapnya. (*)