Banner Muba

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Islam di Asia Tenggara menunjukkan dinamika yang menarik karena penyebarannya tidak hanya melalui jalur politik dan militer, tetapi lebih banyak melalui perdagangan, dakwah, dan akulturasi budaya. Islam menjadi bagian penting dari identitas masyarakat di berbagai wilayah seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Di Thailand, Islam telah hadir sejak abad ke-13 melalui kontak dagang dengan para pedagang Muslim dari Arab, India, dan Melayu. Komunitas Muslim pertama berkembang di Pattani, yang kemudian menjadi pusat dakwah dan pendidikan Islam di kawasan selatan Thailand.[1]

Sementara itu, di Palembang, penyebaran Islam dimulai sejak abad ke-15 dan berkaitan erat dengan aktivitas perdagangan di Sungai Musi yang menghubungkan berbagai daerah di Nusantara. Palembang menjadi salah satu pusat penting penyebaran Islam di Sumatra bagian selatan karena memiliki hubungan kuat dengan kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak dan Banten. Melalui jaringan perdagangan, dakwah, dan pernikahan antaretnis, ajaran Islam diterima secara damai dan menyatu dengan budaya lokal masyarakat Palembang.[2]

Sejarah perkembangan Islam di kedua wilayah tersebut menggambarkan bagaimana agama Islam mampu beradaptasi dengan kondisi sosial dan politik setempat. Di Thailand, umat Islam harus berhadapan dengan dominasi pemerintahan Buddhis, sementara di Palembang, Islam berkembang dalam konteks kerajaan lokal yang menjadikan Islam sebagai dasar pemerintahan dan hukum. Meskipun menghadapi tantangan yang berbeda, keduanya menunjukkan ketahanan dan peran penting umat Islam dalam membangun peradaban dan identitas sosial masyarakat.[3]

Oleh karena itu, kajian tentang sejarah perkembangan Islam di Thailand dan Palembang menjadi penting untuk memahami bagaimana Islam mampu bertransformasi dalam konteks multikultural dan lintas batas negara. Kajian ini juga memberikan gambaran mengenai kontribusi umat Islam terhadap pembangunan sosial, pendidikan, dan kebudayaan di kedua wilayah tersebut, serta tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan identitas keislaman di tengah perubahan global.[4]

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana jalur dan kronologi masuknya Islam ke wilayah Thailand (terutama Pattani) dan Palembang?
  2. Institusi sosial, politik, dan budaya apa yang berkembang sebagai akibat hadirnya Islam di kedua wilayah tersebut?
  3. Tantangan apa yang dihadapi komunitas Muslim di Thailand selatan dan Palembang pada periode modern kontemporer?

1.3 Tujuan

  1. Menguraikan sejarah awal dan proses Islamisasi di Thailand (khususnya Pattani) dan Palembang.
  2. Mengidentifikasi kontribusi dan perubahan institusional (kesultanan, pendidikan, sosial) yang timbul setelah Islam masuk.
  3. Menganalisis tantangan historis dan kontemporer yang mempengaruhi kehidupan Muslim di kedua wilayah.

 

 

BAB 2

PEMBAHASAN

 

2.1 Sejarah Perkembangan Islam di Thailand

Islam mulai masuk ke wilayah Thailand sekitar abad ke-13 Masehi melalui jalur perdagangan laut di kawasan Asia Tenggara. Para pedagang Muslim dari Arab, Gujarat, dan Kesultanan Melayu datang ke wilayah pesisir selatan Thailand seperti Pattani, Yala, dan Narathiwat. Wilayah-wilayah tersebut dulunya merupakan bagian dari jaringan perdagangan maritim yang ramai dan memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Melayu. Melalui interaksi dagang dan pernikahan campuran, Islam diterima secara damai oleh masyarakat setempat tanpa adanya penaklukan politik.[5]

Kesultanan Pattani menjadi salah satu pusat penting penyebaran Islam di Thailand selatan. Sejak abad ke-15, kerajaan ini memeluk Islam secara resmi dan memainkan peran penting dalam penyebaran dakwah di wilayah sekitarnya seperti Kelantan dan Terengganu (Malaysia sekarang). Kesultanan Pattani dikenal memiliki struktur pemerintahan yang berlandaskan nilai-nilai Islam serta hubungan yang erat dengan dunia Melayu-Islam lainnya.[6]

Pattani juga menjadi pusat pendidikan Islam yang cukup berpengaruh. Lembaga-lembaga pondok dan madrasah berkembang pesat dan menjadi tempat belajar para pelajar Muslim dari berbagai daerah. Sistem pendidikan ini menekankan pembelajaran Al-Qur’an, fiqih, dan tasawuf. Pada masa itu, ulama Pattani juga berperan dalam membangun jaringan keilmuan dengan ulama dari Aceh, Mekah, dan Hadramaut.[7]

Namun, perkembangan Islam di Thailand menghadapi tantangan besar sejak wilayah Pattani dan sekitarnya berada di bawah kekuasaan Siam (Thailand modern) pada abad ke-18. Pemerintah pusat yang mayoritas beragama Buddha berusaha mengintegrasikan wilayah selatan ke dalam sistem nasional Thailand. Kebijakan asimilasi budaya yang diberlakukan seringkali menimbulkan ketegangan antara komunitas Muslim Melayu dan pemerintah Thailand.⁴ Meskipun demikian, umat Islam di Thailand tetap mempertahankan identitas keislaman mereka melalui pendidikan agama, lembaga sosial, dan organisasi dakwah.

Pada masa modern, umat Islam Thailand telah berperan aktif dalam berbagai sektor kehidupan seperti politik, ekonomi, dan pendidikan. Pemerintah Thailand juga mulai mengakui kontribusi masyarakat Muslim dengan memberikan ruang bagi mereka dalam sistem pemerintahan dan pendidikan nasional. Meskipun minoritas, umat Islam di Thailand menunjukkan semangat toleransi dan adaptasi yang tinggi terhadap masyarakat mayoritas Buddha.[8]

2.2 Sejarah Perkembangan Islam di Palembang

Islam masuk ke wilayah Palembang pada sekitar abad ke-15 Masehi, melalui jalur perdagangan maritim yang menghubungkan berbagai daerah di Nusantara. Sungai Musi menjadi jalur utama yang mempertemukan para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Malaka dengan masyarakat lokal. Melalui interaksi perdagangan yang intens, Islam mulai diperkenalkan oleh para saudagar Muslim yang datang membawa ajaran tauhid bersamaan dengan aktivitas ekonomi. Proses Islamisasi di Palembang berlangsung secara damai, dengan pendekatan sosial dan budaya yang mengutamakan nilai toleransi serta hubungan kekerabatan.[9]

Pada masa awal perkembangan Islam, masyarakat Palembang masih memegang kuat tradisi Hindu-Buddha yang diwariskan dari masa Sriwijaya. Namun, kedatangan para ulama dan mubaligh Islam membawa perubahan besar terhadap sistem kepercayaan dan tata nilai sosial. Para ulama seperti Syekh Abdul Samad al-Palimbani dan ulama dari jaringan keilmuan Aceh turut berperan penting dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah ini. Syekh Abdul Samad al-Palimbani, misalnya, dikenal sebagai tokoh ulama besar abad ke-18 yang menulis banyak karya keagamaan berpengaruh seperti Hidayatus Salikin dan Sairus Salikin yang berisi ajaran tasawuf dan etika Islam.[10]

Puncak perkembangan Islam di Palembang terjadi pada masa Kesultanan Palembang Darussalam (1659–1823 M). Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam yang berdaulat dan menjadikan syariat Islam sebagai dasar pemerintahan. Sultan-sultan Palembang seperti Sultan Mahmud Badaruddin I dan II dikenal sebagai pemimpin religius yang memajukan pendidikan Islam, hukum Islam, dan ekonomi berbasis perdagangan. Selain itu, Palembang menjadi pusat studi Islam penting di Sumatra bagian selatan. Banyak santri dari daerah lain datang belajar di pesantren dan madrasah yang berdiri di bawah naungan kesultanan.

Namun, perkembangan Islam di Palembang mulai menghadapi kemunduran setelah kolonial Belanda menaklukkan Kesultanan Palembang pada tahun 1823. Penjajahan membawa perubahan besar dalam sistem sosial, ekonomi, dan pendidikan. Pemerintah kolonial menerapkan kebijakan sekularisasi yang melemahkan peran ulama dan lembaga Islam. Meski demikian, masyarakat Palembang tetap mempertahankan identitas keislamannya melalui pendidikan nonformal seperti pesantren, majelis taklim, dan kegiatan keagamaan. Hingga masa modern, Islam tetap menjadi identitas utama masyarakat Palembang dan memengaruhi kebudayaan serta nilai-nilai sosial mereka.[11]

2.3 Perbandingan Perkembangan Islam di Thailand dan Palembang

Perkembangan Islam di Thailand dan Palembang menunjukkan perbedaan konteks historis, politik, dan sosial yang signifikan, meskipun keduanya berada dalam wilayah Asia Tenggara dan dipengaruhi oleh jaringan perdagangan Islam yang sama. Di Thailand, Islam masuk melalui jalur perdagangan dari Arab, Gujarat, dan Melayu ke kawasan selatan seperti Pattani, Yala, dan Narathiwat. Komunitas Muslim di wilayah tersebut umumnya merupakan keturunan Melayu yang tetap mempertahankan identitas etnik dan agama di tengah dominasi budaya Buddha.¹ Sementara itu, di Palembang, Islam berkembang sebagai agama mayoritas dan menjadi dasar pembentukan pemerintahan Islam dalam Kesultanan Palembang Darussalam.²

Dari segi metode penyebaran, Islam di Thailand lebih bersifat minoritas dan bertahan melalui dakwah sosial, pendidikan, dan jaringan ulama yang menjaga kesinambungan ajaran Islam di tengah tekanan politik dari pemerintah pusat.³ Sebaliknya, di Palembang, penyebaran Islam dilakukan secara lebih struktural karena mendapat dukungan dari elit kerajaan dan tokoh ulama lokal. Para sultan menjadikan Islam sebagai landasan hukum dan tata pemerintahan, sehingga dakwah lebih mudah diterima oleh masyarakat.⁴

Dari segi sosial budaya, masyarakat Muslim Thailand cenderung mempertahankan identitas keislaman melalui bahasa, adat, dan pendidikan tradisional seperti pondok dan madrasah. Mereka menghadapi tantangan berupa kebijakan asimilasi nasional yang menekan ekspresi keislaman di ruang publik.⁵ Sementara di Palembang, nilai-nilai Islam melebur kuat dalam budaya lokal seperti tradisi syukuran, selametan, dan penggunaan aksara Arab Melayu dalam tulisan klasik Palembang. Akulturasi ini menunjukkan bahwa Islam di Palembang lebih mudah diterima karena mampu beradaptasi dengan budaya setempat tanpa kehilangan nilai-nilai utamanya.⁶

Selain itu, dari segi politik dan peran umat Islam dalam negara, posisi umat Islam Thailand masih bersifat minoritas yang berjuang mendapatkan pengakuan politik dalam sistem pemerintahan nasional yang berasaskan Buddhisme.⁷ Sedangkan di Palembang, Islam menjadi kekuatan politik dominan sejak masa kesultanan hingga masa modern, di mana nilai-nilai Islam terus menjadi dasar etika sosial dan budaya masyarakat Sumatra Selatan.⁸

Dengan demikian, perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun Islam di Thailand dan Palembang berkembang melalui jalur perdagangan dan dakwah yang sama, hasilnya berbeda karena faktor politik dan sosial yang memengaruhi penerimaan masyarakat terhadap ajaran Islam. Thailand menghadirkan contoh ketahanan Islam minoritas dalam konteks multireligius, sedangkan Palembang menunjukkan keberhasilan Islam menjadi fondasi identitas sosial dan politik di Nusantara bagian selatan.⁹

2.4 Kontribusi dan Tantangan Umat Islam di Thailand dan Palembang

Umat Islam di Thailand dan Palembang sama-sama memberikan kontribusi besar dalam bidang sosial, pendidikan, dan kebudayaan. Di Thailand, komunitas Muslim Pattani memainkan peranan penting dalam menjaga stabilitas sosial dan mengembangkan pendidikan Islam. Lembaga pondok dan madrasah menjadi pusat pendidikan tradisional yang tidak hanya mengajarkan agama tetapi juga membangun karakter dan solidaritas sosial. Para ulama di Thailand Selatan juga berperan sebagai mediator dalam menjaga harmoni antara masyarakat Muslim dan pemerintah, meskipun menghadapi berbagai tekanan politik.[12]

Sementara itu, di Palembang, kontribusi umat Islam tampak jelas sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam. Kesultanan ini menjadikan Islam sebagai dasar hukum dan pemerintahan serta pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam. Peran ulama dan lembaga keagamaan sangat besar dalam mencetak generasi intelektual Muslim yang berpengaruh hingga masa kolonial. Hingga saat ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, madrasah, dan universitas Islam di Palembang masih berperan aktif dalam membentuk karakter religius masyarakat dan memperkuat moral sosial.[13]

Namun, umat Islam di kedua wilayah juga menghadapi tantangan yang kompleks. Di Thailand, umat Islam minoritas sering menghadapi diskriminasi struktural dan kebijakan asimilasi budaya yang membatasi ekspresi keislaman di ruang publik.[14] Konflik separatis di Thailand Selatan juga memunculkan stereotip negatif terhadap komunitas Muslim, yang berdampak pada hubungan sosial dan politik dengan pemerintah pusat. Tantangan lain yang muncul adalah modernisasi dan globalisasi yang mengancam eksistensi sistem pendidikan Islam tradisional seperti pondok, sehingga dibutuhkan reformasi kurikulum yang relevan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai Islam.

Sedangkan di Palembang, tantangan utama yang dihadapi umat Islam lebih bersifat internal, yaitu menurunnya minat generasi muda terhadap pendidikan agama dan pengaruh budaya global yang sekuler. Selain itu, warisan sejarah Islam yang kaya sering kali belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai sumber identitas dan potensi wisata religi. Pemerintah daerah dan lembaga Islam perlu bersinergi dalam mengembangkan potensi sejarah Islam Palembang sebagai bagian dari kebangkitan budaya dan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, baik di Thailand maupun Palembang, umat Islam memiliki peluang besar untuk memperkuat peran sosial dan spiritual mereka dengan cara memperbarui pendidikan, memperkuat ukhuwah, dan menjaga nilai-nilai Islam dalam konteks modern.[15]

 

 

BAB 3

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Perkembangan Islam di Thailand dan Palembang menunjukkan bahwa Islam di Asia Tenggara tumbuh melalui proses yang damai, adaptif, dan penuh interaksi budaya. Di Thailand, khususnya di wilayah selatan seperti Pattani, Islam diperkenalkan oleh para pedagang Arab dan India yang kemudian berbaur dengan masyarakat Melayu lokal. Melalui jalur perdagangan dan dakwah kultural, Islam tidak hanya menjadi agama, tetapi juga bagian dari identitas etnis Melayu Pattani. Meskipun umat Islam menjadi minoritas di negara tersebut, mereka berhasil mempertahankan nilai-nilai Islam melalui pendidikan tradisional seperti pondok dan madrasah yang berperan besar dalam melestarikan ajaran Islam di tengah tekanan sosial dan politik.

Sementara itu, di Palembang, perkembangan Islam memiliki karakter yang lebih terstruktur dan terpusat karena munculnya Kesultanan Palembang Darussalam sebagai institusi politik Islam. Kesultanan ini menjadikan Islam sebagai dasar hukum, pemerintahan, dan kebudayaan. Melalui peran para ulama, masjid, dan lembaga pendidikan Islam, Palembang menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Sumatra bagian selatan. Selain itu, ajaran Islam juga menjadi pedoman moral dan spiritual dalam kehidupan masyarakat Palembang, yang hingga kini masih terjaga melalui keberadaan pesantren dan tradisi keagamaan yang kuat.

Kontribusi umat Islam di kedua wilayah tersebut terlihat dari peran aktif mereka dalam bidang pendidikan, sosial, dan budaya. Di Thailand, umat Islam berperan dalam membangun masyarakat yang religius sekaligus terbuka terhadap kemajemukan bangsa. Di Palembang, kontribusi itu tampak melalui pendidikan Islam yang terus berkembang dan mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Lembaga pendidikan Islam di kedua wilayah berfungsi tidak hanya sebagai tempat pembelajaran agama, tetapi juga sebagai wadah pembentukan karakter dan penguatan moral sosial bagi masyarakat.

Namun demikian, perkembangan Islam di kedua wilayah tidak lepas dari berbagai tantangan. Di Thailand, umat Islam masih menghadapi tekanan politik, diskriminasi budaya, dan keterbatasan ruang dalam mengekspresikan identitas keagamaannya. Sedangkan di Palembang, tantangan lebih banyak muncul dari pengaruh globalisasi, modernisasi, serta menurunnya minat generasi muda terhadap pendidikan agama. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang berkesinambungan untuk memperkuat pendidikan Islam, memperluas penelitian sejarah Islam lokal, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga nilai-nilai keislaman dan warisan sejarah sebagai fondasi identitas dan peradaban masa depan.

3.2 Saran

Pertama, bagi masyarakat Muslim di Thailand dan Palembang, penting untuk terus memperkuat pemahaman terhadap nilai-nilai Islam yang moderat dan inklusif. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan Islam yang adaptif terhadap perkembangan zaman, tanpa meninggalkan akar tradisi keislaman yang telah membentuk identitas sosial mereka. Dengan demikian, Islam dapat menjadi kekuatan moral dan intelektual dalam menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi yang semakin kompleks.

Kedua, peran pemerintah dan lembaga keagamaan sangat penting dalam menjaga dan melestarikan warisan sejarah Islam di kedua wilayah. Pemerintah Thailand perlu memberikan ruang kebebasan beragama yang lebih luas bagi umat Islam agar dapat menjalankan syariat dan pendidikan Islam tanpa hambatan politik maupun budaya. Sementara di Palembang, pelestarian situs-situs sejarah Islam seperti peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam harus dioptimalkan sebagai sarana pendidikan dan wisata religi yang bernilai ekonomi sekaligus memperkuat identitas keislaman masyarakat.

Ketiga, para akademisi dan peneliti diharapkan terus melakukan kajian ilmiah yang mendalam mengenai sejarah Islam di kawasan Asia Tenggara, termasuk Thailand dan Palembang. Penelitian-penelitian tersebut penting untuk memperkaya literatur sejarah Islam Nusantara dan membangun kesadaran akan pentingnya peran umat Islam dalam membentuk peradaban. Melalui penelitian yang berkelanjutan, diharapkan akan muncul pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika sosial, budaya, dan politik Islam di masa lalu dan relevansinya terhadap masa kini.

Referensi.

[1] Chaidar, C. (2020). Islam di Thailand Selatan: Sejarah dan Perkembangannya. Jurnal Al-Adyan, 15(1), 33-47.

[2] Nurliana, N. (2021). Islamisasi di Palembang pada Masa Kesultanan. Jurnal Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, 21(2), 87-98.

[3] Hassan, M. (2020). Muslim Minorities in Thailand: Identity and Political Challenges. Indonesian Journal of Southeast Asian Studies, 3(2), 101-118.

[4] Sulaiman, M. (2022). Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara: Perspektif Historis dan Sosial Budaya. Jurnal Studi Keislaman Al-Bayan, 14(1), 54-68.

[5] Chaidar, C. (2020). Islam di Thailand Selatan: Sejarah dan Perkembangannya. Jurnal Al-Adyan, 15(1), 33–47.

[6] Hasan, A. (2021). Kesultanan Pattani dan Peranannya dalam Penyebaran Islam di Thailand Selatan. Jurnal Al-Fikr, 25(2), 115–132.

[7] Abdurrahman, F. (2019). Pendidikan Islam di Pattani: Kajian Historis dan Sosial Budaya. Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 8(1), 55–70.

[8] Hassan, M. (2020). Muslim Minorities in Thailand: Identity and Political Challenges. Indonesian Journal of Southeast Asian Studies, 3(2), 101–118.

[9] Nurliana, N. (2021). Islamisasi di Palembang pada Masa Kesultanan. Jurnal Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, 21(2), 87–98.

[10] Rahman, M. (2019). Peranan Ulama dalam Penyebaran Islam di Sumatera Selatan. Jurnal Al-Qalam, 25(1), 12–25.

[11] Rahim, S. (2021). Kesultanan Palembang Darussalam: Sejarah, Politik, dan Agama. Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10(2), 133–150.

[12] Chaidar, C. (2020). Islam di Thailand Selatan: Sejarah dan Perkembangannya. Jurnal Al-Adyan, 15(1), 33–47.

[13] Rahim, S. (2021). Kesultanan Palembang Darussalam: Sejarah, Politik, dan Agama. Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 10(2), 133–150.

[14] Prasetyo, B. (2023). Minoritas Muslim di Thailand dan Tantangan Integrasi Sosial. Jurnal Harmoni Sosial, 11(2), 145–160.

[15] Sulaiman, M. (2022). Dinamika Perkembangan Islam di Asia Tenggara: Perspektif Historis dan Sosial Budaya. Jurnal Studi Keislaman Al-Bayan, 14(1), 54–68.

 

Artikel tidak mewakili redaksi

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *