Palembang Independen – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan mengunjungi kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat pekan lalu guna menanyakan berbagai hal terkait dinamika penyiaran dimulai dari proses migrasi siaran TV digital hingga konten lokal.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumsel, Antoni Yuzar mengeluhkan terkait informasi kebijakan Analog Switch Off (ASO) yang dinilainya masih bermasalah di Sumsel, seperti Penerapan ASO yang semestinya dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya dilakukan di 3 kabupaten seperti di wilayahnya.
“Kami juga sempat melakukan sosialisasi ASO,” kata politisi PKB ini saat dihubungi Minggu (4/12).
Anggota Komisi I DPRD Sumsel, H.A Syarnubi, menilai penyiaran sekarang semakin berkembang dengan hadirnya media baru, untuk itu dirinya memastikan tetap membutuhkan keberadaan media penyiaran di bawah naungan UU Penyiaran.
“Tanpa adanya media, kita akan menjadi gelap dan jangan sampai di tempat yang terang kita tersesat” katanya,
Anggota DPRD, Hj Sumiyati mempertanyakan fungsi pengawasan KPI dalam mengontrol siaran Televisi, khususnya sinetron. Menurutnya, tayangan sinetron banyak didominasi dengan cerita perselingkuhan hingga Kekerasan dalam rumah tangga.
“Siaran TVRI dahulu banyak menyajikan hiburan dan tayangan yang mendidik, akan tetapi sekarang isi tayangan di TVRI sendiri kurang menarik sehingga kalah dengan TV swasta. Mirisnya, TV swasta terkadang vulgar akan kekerasannya dan lainnya, sedangkan siaran budaya justru ditayangkan tengah malam. Siapa yang mau nonton? . Bagaimana peran KPI dan KPID?” tanya Sumiyati.
Untuk menjawab pertanyaan dan aduan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo menyatakan jika pihaknya konsisten dalam melakukan pengawasan siaran tanpa henti. Bila ditemukan adanya pelanggaran terhadap aturan penyiaran, KPI akan melakukan tindakan tegas dengan memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
“Jika ada pelanggaran aturan di lembaga penyiaran pasti kita tindaklanjuti. Terkait dengan berita bohong dan menyesatkan atau upaya membuka aib seseorang, maka akan kami sanksi sesuai jenjang. Contohnya Brownis yang membuka aib lalu kami hentikan karena telah melampaui jenjang sanksi, bahkan sampai penghentian,” jelasnya
Menurut Mulyo, dengan adanya sanksi penghentian yang dilayangkan KPI termasuk efektif, lantaran hal tersebut membuat lembaga penyiaran merugi secara ekonomi.
“Bagi televisi yang sudah memiliki pelanggan iklan bahkan harganya sampai miliaran maka mereka tidak mau kena sanksi, sebab semua program tersebut memiliki nilai rupiah,” katanya.
Mulyo menambahkan untuk siaran digital sendiri memberikan Keuntungan bagi masyarakat karena dengan siaran digital masyarakat akan mendapatkan beragam program siaran seperti didalamnya terdapat konten untuk anak.
“Kami optimis kedepan akan semakin banyak dan bertambahnya konten anak,” katanya.
Menyikapi konten lokal, Mulyo mengatakan masih dalam persoalan di setiap daerah. Tapi, KPI selalu memberi tahu bahwa konten lokal tersebut kewenangan KPID.
“Kalau bisa sewaktu-waktu KPID mengadakan rapat dengan lembaga penyiaran dihadapan DPRD. Saya rasa KPID akan secara tegas mengatakan pelaksanaan konten lokal belum maksimal,” katanya.
Selanjutnya Mulyo berharap dalam meningkatkan fungsi pengawasan siaran di wilayah Sumsel, DPRD Sumsel harus terus mendukung dan membantu KPID Sumsel dari semua lini khususnya dalam hal penganggaran.
“Alat pengawasannya sudah lama, dulu alatnya itu bagus sehingga kami dulu belajar ke sana. Jika sekarang kualitasnya kurang, Saya berharap disuport Anggarannya,” pungkasnya (Ril/*)