Griya Literasi

Palembang Independen – Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), yang terdiri dari seniman, budayawan, sejarawan, mahasiswa, pecinta sejarah, dan masyarakat kota Palembang, resmi menyegel Balai Pertemuan Palembang, sebagai tindak lanjut atas pembiaran yang dilakukan oleh Walikota Palembang, H Harnojoyo. Penyegelan simbolis dilakukan dengan pemasangan spanduk “Bangunan ini untuk Gedung Kesenian Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB)” di pintu masuk samping Balai Pertemuan.

Penyegelan  secara simbolis dilakukan dengan pemasangan spanduk bertuliskan “Bangunan ini Untuk  Gedung Kesenian Aliansi Masyarakat Peduli  Cagar Budaya (AMPCB)” di pintu masuk samping Balai Pertemuan.

“Setelah penyegelan ini kita tetap lanjutkan aksi, kemungkinan aksi ke Komisi IV DPRD kota Palembang, minggu depan kita akan gelar lagi pentas kesenian di sini  dengan lebih terencana, kita usahakan ada sound system, ada lampu dan tempat duduk, kita akan lebih terarah lagi dan yang mengisi acara akan lebih terarah dan kemungkinan ada pemutaran film, karena tempat ini juga lahirnya komunitas film tahun 2014 di kota Palembang,” kata Kata Vebri Al Lintani dari Komunitas Budaya Batanghari Sembilan (Kobar 9).

Menurut Vebri Balai Pertemuan ini memiliki makna bagi seluruh unsur kesenian  termasuk film, tari, teater dan sebagainya.

“Sekali lagi  kami tegaskan  dengan adanya  penyegelan Bangunan ini dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya  maka kita tetap komitmen memperjuangkan agar gedung ini betul-betul  menjadi gedung kesenian Palembang,“ katanya.

Selain menyegel Balai Pertemuan menurut Vebri juga diwarnai dengan  aksi gotong royong kebersihan di Balai Pertemuan dan orasi budaya di Balai Pertemuan juga ada  pembacaan puisi, pantomim, bernyanyi dan tarian dan sebagainya.

Bahkan maestro seniman dan budayawan Sumsel Anna Kumari sempat membuat puisi berjudul “Balai Pertemuan” dan dibacakan di kegiatan tersebut dan Anna Kumari melalui anaknya Indah Kumari Hakky mencerahkan foto yang telah dibingkai  tentang Persembahan Keputusan Tanggal Hari Jadi Kota Palembang oleh Penari Utama Gending Sriwijaya Anna Kumari kepada Walikota/ KDH Raden Rivai Tcek Yan  didampingi Ibu di Balai Pertemuan pada tahun 1972. Poto tersebut rencananya akan di pasang di Balai Pertemuan.

“ Puisi “ Balai Pertemuan” ini dibuat mama  (Anna Kumari)  fajar tadi,” dan saya juga sempat buat puisi  berjudul “Balai Pertemuan … Riwayatmu Kini,” kata anak Anna Kumari , Mirza Indah Dewi ,Spd di sela-sela acara.

Ketua Dewan Kesenian Palembang Iqbal Rudianto, mengaku DKP sudah lama memperjuangkan Balai Pertemuan bersama Dinas Kebudayaan kota Palembang  untuk menjadi tempat kesenian , taman budaya yang awalnya di apresiasi Walikota Palembang tapi  ternyata diserahkan ke Baznas Palembang.

“Kita minta kebijakan walikota itu bisa ditinjau kembali untuk kembali ke fungsi awal sebagai gedung pertunjukan  dan mengembangan sejarah gedung ini yang bermanfaat bagi rekan-rekan seniman dan mengembalikan kota Palembang sebagai kota tua karena  kawasan ini adalah bagian dari sejarah dan Balai Pertemuan ini pantas menjadi gedung kesenian masyarakat kota Palembang,” katanya.

Sejarawan Sumsel Dr Dedi Irwanto MA  menjelaskan Balai Pertemuan adalah salah satu gedung di kawasan Societeit yang dibangun Belanda.

Fungsi fasilitas societeit untuk sosialita dan hiburan orang orang Belanda. Pada masa Kemerdekaan RI, Balai Pertemuan  menjadi tempat kegiatan festival, pertemuan, seminar, dan lain sebagainya.

Pada masa Wali Kota Palembang Eddy Santana Balai Pertemuan dijadikan Kantor Pol PP. Sementara pada masa Walikota Palembang Romi Herton gedung yang berada di kawasan cagar budaya BKB ini dikelola pihak ketiga menjadi Kuto Besak Theatre Restoran (KBTR).

“Tahun 2019 hingga saat ini kembali dikelola oleh Pemkot Palembang yang Wali Kota saat ini Harnojoyo. Namun Baper yang sudah didaftar sebagai Cagar Budaya ini ditelantarkan,” katanya.

Menurut Dedi, saat ini Balai Pertemuan rusak parah dimana  hampir semua kusen jendela dan pintu berbahan tembesu dijarah dan dicuri oleh orang.

“Begitu pula kabel dan peralatan yang banyak hilang. Kesimpulannya Balai Pertemuan  Rusak Parah,” katanya.

Sedangkan Vebri Al Lintani menambahkan  penjarahan dan pencurian kusen, pagar dan  barang lain di Balai Pertemuan ini sungguh tidak masuk akal, karena Balai Pertemuan  berada di lingkungan kantor Pemkot Palembang.

“Pemkot yang memiliki kekuasaan, kewenangan dan aparat sudah seharusnya melakukan tindakan perlindungan dan penyelamatan terhadap cagar budaya. Tetapi upaya ini tidak dilakukan sama sekali oleh Pemkot. Bahkan terkesan pembiaran,” katanya.

Kendati demikian Vebri menyebutkan, kasus Balai Pertemuan hanya salah satu pembiaran dan penelantaran Cagar Budaya oleh Pemkot Palembang.

Vebri menuturkan belum ada satupun cagar budaya yang disertifikasi oleh Wali Kota Palembang saat ini.

“Kecuali Pasar Cinde yang malang, dilahirkan untuk dibunuh, dihancurkan setelah beberapa hari disertifikasi. Pesertifikasian cagar budaya  merupakan amanat undang-undang cagar budaya dalam upaya perlindungan,” katanya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *